Oleh : Kristi Poerwandari, Psikolog Bayangkan Anda seorang anak kecil berusia delapan tahun, di panas terik berjalan kaki cukup jauh pulang sendiri dari sekolah. Anda kesepian, kelelahan, dan kehausan. Begitu sampai rumah Anda berlari masuk, menarik gelas dari meja makan, tanpa sengaja menjatuhkannya. Ayah atau ibu kaget, menghampiri dengan tubuh tegang. Bukannya menunjukkan kekhawatiran, mereka mulai memaki-maki. Mengguncang dan memukul Anda: ”Dasar goblok. Anak tidak tahu diuntung! Selalu bikin masalah. Itu gelas bagus tahu?! Hari ini kamu dihukum tidak dapat makan siang!!” Mungkin Anda sangat ketakutan, tegang, dan bingung, sementara badan terasa sakit akibat pukulan. Dengan gerakan kacau, Anda mulai memunguti pecahan gelas, mungkin begitu paniknya sehingga tangan tertusuk dan berdarah. Ayah atau ibu sama sekali tak peduli, tegak berdiri penuh kebencian. Luka akibat tertusuk pecahan kaca mungkin sembuh dalam waktu singkat, tetapi luka batin? Bila mengalami hal di atas, mungkin kita